"catatan mantan seorang demonstran"
Monday, January 22, 2007
Layu sebelum berkembang*

*Tulisan ini bukan untuk menjatuhkan sekolah yang dimaksud tetapi hanya menjadi otokritik bagi kita semua


Inilah faktanya beberapa hari yang lalu sekolah swasta yang menamakan dirinya “Kaizen” bekasi akhirnya disegel oleh pihak pengembang (lip 6 sctv). Naas memang tapi itulah yang terjadi, sekolah yang berdiri tahun 2005 ini tak mampu bersaing secara regular dengan sekolah-sekolah lain. Ketidakberesan managemen keuangan dan penataan internal guru dan karyawan sepertinya menjadi fakta tidak bisa dielakan lagi. jika ini benar yang terjadi maka menurut saya ini adalah kesekian kali kasus sekolah yang hamper sama. Yang pasti korban lagi tiada lain adalah murid dan guru tentunya.

Sebelumnya kita tahu bahwa pendidikan adalah tempat yang seharusnya disetting “luar biasa”, dan sering kita mendapat pengalaman yang seharusnya juga menyenangkan untuk bermain dan belajar. Menurut Eko prasetyo keunikan sekolah dikarenakan sekolah bukan hanya ladang menyemai pengetahuan, melainkan juga tempat perjumpaan sejumlah orang. Bahkan beberapa orang mengatakan sekolah didirikan untuk mengabadikan sebuah pengalaman yang tak bisa dilekang oleh waktu. Dan disekolah adalah tempat mengambil peran mendasar, membentuk ingatan yang dalam bagi setiap orang yang pernah mencicipi .

Seiring dengan “Revolusi guru” yang kini berangsur-angsur memasuki sekolah swasta akibat tidak mendapat peran di sekolah-sekolah dasar negeri, menjadikan sekolah swasta “alternative choice” bagi guru-guru yang idialis secara pemikiran , teknologi dan konsep pendidikan terbaru. Tentunya mereka kadang mengadopsi konsep pemikiran barat seperti Gardner. Tidak salah juga jika kita menyimpulkan bahwa sebenarnya sekolah swasta menjadi pelarian guru-guru yang tidak lulus PNS sekolah negeri.

Sekolah swasta kini ibarat “senter di tengah malam” yang mampu bersinar diantara kelamnya sekolah-sekolah negeri. Bahkan bagi orang tua kalangan borjuis tidak “level” mensekolahkan putra-putrinya disekolah negeri yang terkesan bau, jorok, gaptek etc. bagi orangtua kelas atas (saya menyebutnya borjuis) pendidikan sebenarnya, pemekaran imajinatif dan inisiatif guru bagi muridnya sayangnya tidak mereka temukan disekolah –sekolah tersebut (sekolah kaum proletar).

Nah inilah lubang peluang yang diselewengkan oleh sebagian “owner” sekolah. Dengan dasar tadi para owner berlomba-lomba menjadikan sekolah mereka raksasa sekolah dengan menaikan biaya SPP, gedung, dll. Bahkan ada sekolah yang menggaji para ekspatriat untuk mengajar di sekolah mereka, mereka biasa menyebutnya high internasional school. Kesimpulan saya hal ini adalah bentuk nyata penghisapan besar-besaran modal masyarakat kekantung owner melalui sekolah swata.Yang pada kenyataan keadilan ekonomi tidak diimbangi kepada pihak guru pengajar dinegeri ini. Walau ia juga berjuang disekolah swasta.

Mungkinkah ketamakan “owner” itulah yang menjadi bom waktu di huru-hara sekolah kita, baik di Assyafiiyah jakarta, Al Azhar Jakarta-bekasi, Madaniah parung dan kini Kaizen dan Sekolah Alam Bekasi ?

Sebagai owner sekolah seharusnya mereka tahu bahwa tulang punggung sekolah jelas berada di punggung guru dan struktur sekolah dalam hal ini kepala sekolah, wakil dan guru yang tak mempunyai saham di lingkaran sekolah.

Sayangnya tidak semua owner cerdas, akibatnya nasib guru tetap terlunta dan berduka di sekolah mahal. Ditengah nasib muram seperti ini, guru bisa “berperan” apa saja.

Untuk itu perlu ada ketegasan hukum UU atau PP (saya menegaskan bukan hati nurani, karena sudah tidak ada lagi hati nurani dinegeri ini,) atas pendirian sekolah bahwa seharusnya ada proporsional yang jelas atas hak yayasan, guru dan fasilitas bagi murid. Jika para owner hanya peduli untuk mengeruk harta dari masayarakat (dalam hal ini memahalkan biaya pendidikan dan pemotongan gaji guru) maka pasti dapat ditakdirkan sekolah tersebut akan layu sebelum berkembang. Bahkan cenderung membuat konfrontasi yang jelas atas guru dan yayasan atau mungkin dalam hal ini yang hak dan yang bathil.

Nah jika anda para pemilik modal jika ingin mendapat keuntungan materi jangan lah menjadi pemilik sekolah karena perlu ada keikhlasan tingkat tinggi ketika anda bermain disini. Indonesia yang mempunyai tingkat buta huruf yang cukup tinggi di Asia ini justru butuh tokoh-tokoh semacam Ki Hajar Dewantara yang berani menginventasikan harta, jiwa dan raganya untuk satu tujuan mulia hidup didunia yaitu membagun Indonesia melalui pendidikan.

posted by Fajar-Merah @ 8:11 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
About Me

Name: Fajar-Merah
Home: Bekasi, Indonesia
About Me: Catatan mantan seorang Demonstran
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.

Links
Powered by

Isnaini Dot Com

BLOGGER