"catatan mantan seorang demonstran"
Friday, December 08, 2006
PERS MAHASISWA (bag 1)

Sebagai orang yang pernah berkecimpung didunia pers kampus wajar lah kalo saya cukup gelisah melihat keadaan yang telah terjadi kini. Lembar gerakan mahasiswa memang berbeda dengan perjuangan intra kampus lain semacam BEM , DEMA atau kerohanian. Dalam kenyataannya gerakan ini mempunyai ciri khusus dalam media gerakannya. Dalam aktivitasnya gerakan ini (persma) memang menyedot banyak kader kader yang nantinya menjadi ini aktivis pers sebenarnya. Yang menjadi perbedaanya yaitu pers kampus sangat sangat berbeda dengan pers regular umumnya, dia (persma) lebih berani menyerang disaat pers regular tiarap dan berani berempati saat pers umum berteriak. Itulah pers jampus. Rupanya itu keinginan hampir semua pers mahasiswa saat ini.

Seharusnya pers kita harus tetap tegas, berani saya menyebutnya radikal ,advokativ namun santun. Seperti Mirip dengan pendahulu-pendahulu mereka yang sudah jadi legenda - De Indier (1913), Hindia Poetra (1923), Harian KAMI (1966), mingguan Mahasiswa Indonesia (1966) - kebanyakan 'kebangkitan' pers mahasiswa akhir-akhir ini dipicu oleh rasa kecewa terhadap pemberitaan pers umum.

Perkembangan Persma

Berikut beberapa perkembangan pers mahasiswa di Indonesia.

Pertama, di tahun 1914-1941 (zaman kolonial Belanda), awal terbitnya pers ini dipengaruhi oleh gerakan-gerakan kemahasiswaan dan gerakan-gerakan perjuangan lainnya. Seperti Jong Java yang diterbitkan oleh pelajar dan mahasiswa tahun 1914. Soeara Indonesia Moeda yang diterbitkan oleh pemuda yang tergabung dalam Sumpah Pemuda tahun 1928. Jaar Boek diterbitkan oleh THS (sekarang ITB) tahun 1930-1941.

Zaman Demokrasi Liberal (1945-1959) memberi kesempatan yang luas untuk terbitnya pers kampus. Bagaikan jamur di musin hujan, di Jakarta tercatat ada 10 penerbitan mahasiswa, di Bandung terdapat 10 pers mahasiswa, di Yogyakarta ada 9 pers mahasiswa, bahkan di luar Jawa pun mahasiswa tak mau kalah. Di Makassar ada Duta Mahasiswa, di Medan ada Gema Universitas, dan di Padang juga terbit Tifa Mahasiswa.

Di zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1966), sesuai zamannya, pers kampus pun ikut tenggelam, karena kekejaman politik penguasa saat itu. Tercatat di Yogyakarta pers mahasiswa Gajah Mada dan Gema habis, di Jakarta Majalah Forum dan Mahasiswa mandek.

Zaman Demokrasi Orde Baru (1966-1971), dengan tumbangnya G 30/S-PKI mulailah lagi semarak suara kampus dari mahasiswa. Perlu dicatat sebelumnya soe hok gie telah membangun pers bawah tanah dan perjuangan lewat radio di UI). Di awal-awal pemerintahan Orde Baru, pers mahasiswa cukup bisa bernafas dengan lega, sehingga tidak sedikit pers mahasiswa mulai bermunculan, seperti KAMI (Jakarta, Surabaya, Makassar), Mahasiswa Indonesia (Edisi Jawa Tengah dan Jawa Barat), Mimbar Demokrasi (Yogyakarta), Muhibbah (Universitas Islam Indonesia), Mimbar Mahasiswa (Banjarmasin), Gelora Mahasiswa Indonesia (Malang), dan rnasih banyak lagi.

Di tahun 1972-1977 (zaman Orde Baru), kontrol mahasiswa mulai dibungkam, sehingga meskipun keberadaan pers kampus masih ada, tapi daya kritisnya sudah mandul. Pemerintah dengan ketat menyeleksi penerbitan di era ini, karena pernerintah mulai gerah dengan ulah mahasiswa. Pers mahasiswa yang bernuansa kritik sosial terhadap penguasa dibreidel. Masa ini dikenal dengan normalisasi kampus NKK/BKK oleh mendikbud Dr. Daoed Joesoef pada tanggal 19 April 1978 Para aktivis kampus menyebar di lembaga diskusi kampus dan LSM. Dijakarta misalnya muncul kelompok studi proklamasi, lingkar studi Indonesia dan kelompok studi relata. Dibandung ada kelompok studi fokal dan kelompok studi dago pojok, sementara di bogor muncul kelompom stufi socionomica dan salatiga muncul kelompok studi 17 Nopember untuk di yogya justru malah lebih tumbuh subur.

Terakhir adalah zaman reformasi (1998-sekarang). Sebagaimana di awal pemerintahan Orde Baru, pers dibuka lebar-lebar, tidak terkecuali pers kampus. Bahkan di era ini, pers kampus mendapat kebebasan untuk melakukan kritik sosial terhadap pemerintah. Sekarang ini kita bisa mulai merasa longgar untuk bergerak dalam melakukan aksi bongkar kejahatan lewat bentuk tulisan yang tertuang dalam bentuk pers kampus.

Banyak literatur membahas tentang kebebasan pers, misalnya pasal 19 Deklarasi HAM yang secara tegas menyatakan kebebasan pers adalah bagian integral dari hak asasi manusia, yakni hak untuk tahu dan hak untuk berpendapat. Maka aneh lah jika sekarang justru pers kampus lebih banyak bungkam dari pada teriak ?

Fajar – mantan aktivis pers kampus MOTIVASI UNS 2000-2004

posted by Fajar-Merah @ 7:35 AM  
1 Comments:
  • At January 28, 2007 11:23 PM, Anonymous Anonymous said…

    waaah...masih care jg nih sama dunia persma? sukurlah kl begitu. tp dunia persma sekarang emang melempem banget. jadi ga napsu baca produknya. tp ya gpp lah. bukankah sudah menjadi tradisi bahwa jawaban "yah, namanya juga belajar", selalu terlontar saat mengkritik persma? btw, blog kamu bagus!

     
Post a Comment
<< Home
 
 
About Me

Name: Fajar-Merah
Home: Bekasi, Indonesia
About Me: Catatan mantan seorang Demonstran
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.

Links
Powered by

Isnaini Dot Com

BLOGGER